Fenomena Tutup Gerai di District Blok M, Apa Penyebabnya?


Rabu, 03 Sep 2025 14:23 WIB
Kawasan District Blok M pernah menjadi pusat aktivitas ekonomi, kabar terbaru justru menyoroti situasi yang berbeda, sejumlah gerai UMKM memilih angkat kaki.
Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
Jakarta -

Kawasan District Blok M, yang juga dikenal sebagai Blok M Plaza 2, pernah menjadi pusat aktivitas ekonomi rakyat. Lokasinya strategis tepat di samping terminal Blok M, membuatnya dulu ramai dipenuhi toko sepatu, jam tangan, hingga kacamata. Namun seiring waktu, kawasan ini meredup, ditinggalkan pembeli, dan tampak kumuh.

Kebangkitan District Blok M terjadi kembali pada akhir 2024. Puluhan gerai UMKM kuliner mengisi kios-kios terbengkalai, menghadirkan warna baru di kawasan yang sempat mati suri itu. Kehadiran UMKM tidak hanya menghidupkan kembali suasana, tetapi juga membawa peluang ekonomi bagi banyak pelaku usaha kecil di Jakarta Selatan.

Sayangnya, kabar terbaru di media sosial justru menyoroti situasi berbeda, sejumlah gerai UMKM memilih angkat kaki. Diduga, penyebab utamanya yaitu adanya lonjakan biaya sewa yang drastis dari sekitar Rp2 juta per bulan menjadi Rp15 juta per dua bulan. Lonjakan ini menjadi beban berat bagi pelaku usaha yang baru saja bangkit pasca pandemi dan inflasi tinggi.

Tekanan Ganda untuk UMKM

Fenomena di District Blok M hanyalah menjadi salah satu dari banyak realitas yang sedang dihadapi banyak UMKM di Indonesia. Saat ini, masyarakat tengah dilanda gelombang demonstrasi besar di berbagai kota.

Akses jalan tertutup, transportasi publik terganggu, hingga aktivitas ekonomi sehari-hari melambat. Kondisi tersebut langsung memukul sektor UMKM yang bergantung pada mobilitas konsumen dan perputaran transaksi harian.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang lebih dari 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Namun ironisnya, justru sektor vital ini yang paling rentan saat krisis melanda, baik akibat kebijakan yang kurang berpihak, kenaikan biaya operasional, maupun gejolak sosial seperti demonstrasi yang sedang berlangsung.

Krisis Kepercayaan dan Daya Beli

Di sisi lain, ketidakstabilan sosial dan ekonomi ikut mempengaruhi daya beli masyarakat. Bursa saham melemah, nilai rupiah tertekan, sementara pemerintah harus mengalihkan sebagian anggaran untuk menjaga keamanan dan stabilitas. Situasi ini mempersempit ruang gerak UMKM, yang sudah lebih dulu menghadapi keterbatasan akses modal dan pasar.

Kasus District Blok M menjadi cermin bagaimana keberlanjutan UMKM bisa terancam jika tidak ada ekosistem yang mendukung. Bukan hanya soal biaya sewa yang melonjak, tetapi juga tentang bagaimana krisis sosial dan ekonomi lebih luas membuat roda usaha kecil semakin sulit berputar.

Saatnya Masyarakat Turun Tangan

Meski penuh tantangan, UMKM tetap terbukti tangguh. Saat krisis 1998 dan pandemi COVID-19, sektor inilah yang justru menjadi penopang utama ekonomi. Namun agar tetap bertahan, dukungan nyata dari masyarakat sangat dibutuhkan.

Membeli produk UMKM, mempromosikannya di media sosial, atau bahkan sekadar memberi ruang bagi pedagang kecil di tengah aktivitas kita adalah bentuk solidaritas sederhana yang dampaknya besar. Di tengah kondisi demo yang membatasi banyak akses, langkah kecil seperti membeli makanan dari pedagang sekitar lokasi justru bisa jadi napas tambahan bagi usaha mereka.

Fenomena District Blok M memberi pesan penting, kebangkitan UMKM tidak bisa hanya dibiarkan berjalan sendiri. Dibutuhkan kebijakan yang adil, dukungan ekosistem usaha yang sehat, serta kesadaran masyarakat untuk terus menghidupi pelaku usaha kecil.

Di tengah gejolak sosial dan ekonomi, solidaritas kita terhadap UMKM bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan untuk menjaga denyut nadi perekonomian Indonesia.

Temukan insight menarik dan relevan lainnya seputar UMKM dan perkembangan ekonomi Indonesia hanya di kanal bisnis FYB detikcom!

(zlw/zlw)