Pemerintah menaruh ambisi besar pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Selain menjadi simbol peradaban baru, kota ini digadang-gadang bakal menjadi smart city, green city, dan kota inklusif yang memberi kualitas hidup lebih baik bagi penghuninya. Salah satu target paling ambisius adalah 0% penduduk miskin di IKN.
Namun, apakah target ini realistis diwujudkan?
Harapan Menjadi Kota Baru, Kesempatan Baru
Pembangunan IKN membuka peluang ekonomi baru, mulai dari lapangan kerja di sektor konstruksi, investasi bisnis, hingga pengembangan UMKM lokal. Jika dikelola dengan tepat, ekosistem ini bisa menekan angka kemiskinan secara signifikan.
Selain itu, desain IKN yang mengedepankan inklusivitas berpotensi menghadirkan akses perumahan layak, layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi publik yang merata. Dengan dukungan teknologi dan regulasi pro-rakyat, risiko kemiskinan dapat ditekan lebih rendah dibanding kota besar lain di Indonesia.
Tantangan, Realita Sosial-Ekonomi
Meski penuh harapan, zero poverty secara absolut hampir mustahil tercapai. Ada beberapa faktor yang perlu dicermati:
- Mobilitas penduduk: orang dari luar daerah bisa datang ke IKN tanpa keterampilan atau pekerjaan tetap, sehingga berpotensi menjadi kelompok rentan miskin.
- Kesenjangan lokal: masyarakat sekitar Kaltim berpotensi kalah bersaing dengan pekerja dari luar yang lebih terampil.
- Biaya hidup: kota baru biasanya punya biaya hidup lebih tinggi, yang dapat menekan kelompok berpendapatan rendah.
- Infrastruktur sosial: tanpa program pendidikan, pelatihan kerja, dan jaminan sosial yang kuat, risiko kemiskinan tetap ada.
Strategi Menuju Inklusivitas
Agar target ambisius ini tidak sekadar retorika, ada beberapa langkah yang bisa diperkuat:
- Memberdayakan masyarakat lokal melalui UMKM dan lapangan kerja langsung di proyek pembangunan.
- Menyediakan program reskilling dan pendidikan vokasi untuk menghadapi kebutuhan industri masa depan.
- Menguatkan jaring pengaman sosial agar tidak ada yang jatuh dalam kemiskinan ekstrem.
- Menyusun kebijakan migrasi dan perumahan agar urbanisasi ke IKN tetap terkendali.
Kota baru seperti Putrajaya (Malaysia) atau Songdo (Korea Selatan) juga dibangun dengan visi kota modern dan minim kesenjangan. Namun, realitasnya tetap muncul kelompok masyarakat dengan keterbatasan ekonomi. Dari sini terlihat bahwa target 0% kemiskinan lebih tepat dipahami sebagai visi ideal yang menjadi arah kebijakan, bukan angka mutlak yang mudah dicapai.
Jadi, Harapan atau Sekadar Mimpi?
Ambisi 0% penduduk miskin di IKN adalah cita-cita besar yang patut diapresiasi. Visi ini bisa menjadi motor agar pembangunan tidak hanya fokus pada infrastruktur fisik, tapi juga kesejahteraan sosial.
Namun, untuk mewujudkannya, diperlukan strategi konkret, keberpihakan pada masyarakat rentan, dan konsistensi kebijakan. Tanpa itu semua, target ini berisiko hanya menjadi jargon.
IKN kini berada di persimpangan: apakah benar bisa menjadi kota tanpa kemiskinan, atau akan mengulang pola kota-kota besar lain di Indonesia yang masih dihantui kesenjangan?
Untuk insight menarik lainnya seputar bisnis, ekonomi, dan peluang masa depan, kunjungi FYB detikcom
(Sheren/zlw)