Investasi China di Industri Kelapa RI, Triliunan Rupiah Mengalir, Siapa Untung?


Kamis, 31 Jul 2025 14:07 WIB
Indonesia sudah lama dikenal sebagai salah satu negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Namun potensi komoditas belum sepenuhnya dimanfaatkan di dalam negeri
Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro
Jakarta -

Indonesia sudah lama dikenal sebagai salah satu penghasil kelapa terbesar di dunia. Namun, potensi komoditas ini selama bertahun-tahun belum sepenuhnya dimanfaatkan di dalam negeri. Mayoritas kelapa mentah dikirim langsung ke luar negeri tanpa proses lanjutan, membuat nilai tambah justru dinikmati negara lain.

Kini, peta bisnis itu mulai bergeser. Perusahaan asal China, yang disebut sebagai salah satu pemain terbesar di sektor pengolahan kelapa dunia, diam-diam mulai masuk ke Indonesia. Tak main-main, nilai investasinya disebut mencapai lebih dari Rp1,6 triliun hanya untuk tahap awal pembangunan pabrik.

Groundbreaking Pabrik di Tengah Lonjakan Permintaan Global

Pernyataan resmi dari Menteri Investasi/Kepala BKPM, Rosan Perkasa Roeslani, mengonfirmasi bahwa investor China tersebut telah melakukan groundbreaking pabrik hilirisasi kelapa di Indonesia. Proyek ini ditargetkan tidak hanya berdiri di satu wilayah, tapi akan direplikasi di beberapa lokasi strategis di Tanah Air.

Nilai investasinya ditaksir mencapai USD 100 juta (sekitar Rp1,6-1,7 triliun) per pabrik. Fokus utama pabrik ini adalah mengolah kelapa lokal menjadi produk turunan bernilai tinggi seperti minyak kelapa murni, serat sabut, karbon aktif, hingga air kelapa siap konsumsi.

"Selama ini, kita ekspor kelapa bulat. Mereka (China) yang olah dan jual dengan harga jauh lebih mahal. Sekarang, mereka olah langsung di sini," ujar Rosan dalam pernyataan resminya.

Di satu sisi, masuknya investasi asing membuka peluang baru bagi sektor pertanian dan pengolahan dalam negeri. Petani kelapa bisa mendapat akses pasar yang lebih luas dan stabil, sementara daerah penghasil memperoleh tambahan lapangan kerja dan pemasukan dari aktivitas ekonomi baru.

Namun, sisi lain dari dinamika ini perlu dicermati. Jika tidak diatur dengan cermat, investasi besar ini bisa mengulang pola lama, Indonesia hanya menjadi pemasok bahan baku, sementara pemain asing tetap menguasai rantai pasok dan nilai tambah.

Masalah yang perlu diperhatikan mencakup:

  • Penguasaan lahan oleh investor asing
  • Ketergantungan petani pada pembeli tunggal (monopsoni)
  • Minimnya transfer teknologi ke pelaku lokal

Tanpa regulasi yang jelas dan pengawasan aktif, potensi investasi ini bisa jadi bumerang.
Kehadiran investor besar seperti ini semestinya menjadi momen penting untuk mendorong percepatan hilirisasi sektor kelapa secara lebih inklusif. Pemerintah daerah dan pusat dapat memanfaatkan peluang ini untuk:

  • Menyusun kemitraan berbasis koperasi atau BUMDes agar petani tidak hanya jadi penyedia bahan mentah
  • Mewajibkan pengembangan SDM dan transfer teknologi sebagai bagian dari syarat investasi
  • Menetapkan standar keberlanjutan agar praktik usaha tetap ramah lingkungan dan berpihak pada komunitas lokal

Investasi boleh datang dari luar, tapi nilai dan manfaatnya harus sebesar-besarnya untuk Indonesia.
Industri kelapa adalah aset strategis Indonesia. Dengan potensi pasar global yang terus tumbuh, pengelolaan komoditas ini membutuhkan visi jangka panjang, bukan sekadar transaksi jangka pendek. Masuknya pemain besar dari China bisa menjadi peluang atau ancaman, tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Sudah saatnya Indonesia tidak hanya dikenal sebagai penghasil kelapa terbesar, tapi juga sebagai pemain utama dalam industri hilir kelapa dunia.

Butuh strategi bisnis yang lebih dalam seputar peluang investasi, ekonomi, dan UMKM? Kunjungi FYB detikcom dan temukan inspirasi bisnis berkelanjutan yang relevan dengan tantangan hari ini.

(Sheren/zlw)