Universitas Negeri Malang (UM) kini hadir dengan terobosan menarik: AirUM, air minum dalam kemasan yang 100% diolah dari air hujan. Inisiatif ini tidak hanya menjawab kebutuhan aksesair bersih, tetapi juga menegaskan komitmen UM terhadap kelestarian lingkungan dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke‑6 tentang air bersih dan sanitasi.
Ide awal pemanfaatan air hujan sebagai sumber air minum sehat datang dari Kolega UM, Romo Kirjito, mantan wartawan Kompas dan aktivis sosial, sejak awal 2000-an. Beliau prihatin melihat potensi air hujan yang terbuang begitu saja. "Air hujan sebenarnya rahmat-bila diolah dengan tepat, bisa jadi sumber air berkualitas," ujar Rektor UM, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. menirukan pernyataan Romo Kirjito.
Peneliti UM kemudian menjalin kolaborasi dengan Romo Gerjito, mengajukan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas inovasinya, dan memperoleh izin modifikasi peralatan untuk proses elektrolisis air hujan yang optimal. Prof. Hariyono sangat bangga dengan pengembangan inovasi air hujan tersebut bersama Romo Kirjito dan tim peneliti UM, sebab hal tersebut merupakan contoh nyata campus impact-solusi lokal yang bisa diaplikasikan secara luas.
Melihat potensi besar ini, diharapkan peralatan yang telah dimodifikasi oleh pihak lembaga penelitian dan direktorat inovasi UM dapat diproduksi secara massal. Hal ini bertujuan agar banyak warga publik dapat memanfaatkannya. "Tujuan kami, tak hanya memenuhi kebutuhan UM, tapi juga menyediakan solusi bagi masyarakat luas," ujar Prof. Hariyono saat diwawancarai Tim Humas UM.
Hasil dari penelitian tersebut adalah air murni dengan kandungan mineral yang sangat rendah, tanpa mengubah komposisi kimia dasarnya., dan produksi air hujan yang telah diolah tidak hanya memenuhi kebutuhan keluarga besar UM, tetapi juga dapat dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya.
![]() |
Proses ini terbagi menjadi dua tahap utama-pengolahan air (water treatment) dan pengemasan-agar kualitas AirUM selalu terjaga hingga sampai ke tangan konsumen.
"AIRUM bukan sekadar air mineral, melainkan air murni dengan TDS rendah. Cocok bagi siapa saja, terutama yang sensitif terhadap kandungan mineral tertentu," ujar Faul Hidayatunnafiq, S.Kom., Kepala Subdirektorat Sarana Prasarana UM.
Selain tingkat TDS yang rendah, tim UM juga mengoptimalkan pH air menggunakan teknologi pH booster, sehingga rasanya segar dan aman dikonsumsi setiap hari.
Lebih dari sekadar produk minuman, AirUM mencerminkan praktik pengelolaan air berkelanjutan di kampus. Air hujan yang ditangkap tidak hanya diolah untuk diminum, tetapi juga dimanfaatkan sebagai air bilasan toilet.
Langkah ini berhasil mengurangi ketergantungan pada air tanah dan pasokan PDAM, sekaligus menekan biaya operasional kampus.
"Dulu kami harus bergantung pada pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan air minum. Kini, semua proses bisa kami lakukan sendiri, dari hulu hingga hilir," tambah Faul. Ia optimistis bahwa dalam beberapa tahun ke depan, investasi untuk peralatan produksi AirUM akan mencapai Break Even Point (BEP).
Melihat potensi besar ini, UM berencana memperluas jangkauan AirUM hingga ke masyarakat umum. "Kami ingin AirUM menjadi bagian dari gaya hidup sehat dan peduli lingkungan-bukti nyata kontribusi UM dalam membangun kampus yang berdayadan berdampak positif," tutup Faul.